Ingin Ramaikan Lagi Pariwisatanya, Nepal Tawarkan Berbagai Atraksi Baru

Minggu, 01 Mei 2022 | 12:52 WIB
Ingin Ramaikan Lagi Pariwisatanya, Nepal Tawarkan Berbagai Atraksi Baru
[ILUSTRASI. FILE PHOTO: Pemandangan Mount Everest (C) dari distrik Solukhumbu, 30 November 2015. REUTERS/Navesh Chitrakar/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - KATHMANDU. Untuk membangkitkan kembali sektor pariwisatanya yang rontok selama masa pandemi, Nepal menawarkan berbagai kegiatan yang ngetren belakangan ini. Dagangan baru yang dijajakan negara tersebut memang tidak jauh-jauh dari kegiatan alam bebas. 

Negara yang memiliki delapan puncak tertinggi di dunia itu kini mempromosikan bungee jumping, paralayang dan sky diving dibandingkan trekking dan pendakian tradisional, kata Taranath Adhikari, direktur jenderal di Departemen Pariwisata. 

"Kami menambahkan infrastruktur pariwisata baru dan investasi di hotel (juga) meningkat," katanya kepada Reuters di ibu kota Kathmandu. Nepal membutuhkan pemasukan dari turis untuk membiayai impornya yang meningkat.

Tak cuma menugaskan duta besarnya untuk mempromosikan pariwisata, Pemerintah Nepal juga berjanji untuk melonggarkan aturan visa. Nepal juga meminta China, yang tengah memberlakukan lockdown di beberapa kota besarnya, untuk mengizinkan lebih banyak orang melancong.

Baca Juga: Konsorsium Boehly dalam Negosiasi Eksklusif untuk Beli Chelsea, Ada Penawar Lain

Nepal menangguhkan pendakian dan trekking pada awal 2020 akibat pandemi. Namun belakangan ini, jumlah pengunjung negeri itu meningkat lagi hingga tingkat yang disebut Adhikari sebagai "mengesankan".

Pada kuartal pertama 2022, jumlah wisatawan asing yang datang mencapai 79.000 atau meningkat lebih dari dua kali lipat dalam basis tahun ke tahun. Dia memperkirakan pemulihan akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang.

Memang, angka kunjungan wisatawan asing masih belum mencapai setengah dari tingkat pra-pandemi. Situasi ini mengakibatkan ekonomi Nepal lebih rentan terhadap guncangan di saat harga berbagai komoditas impor, termasuk minyak mentah, minyak nabati dan batubara melonjak.

Pada hari Selasa, pemerintah Perdana Menteri Sher Bahadur Deuba memberlakukan melarang total impor beberapa barang mewah, termasuk mobil, sampai pertengahan Juli. Kebijakan itu diambil menyusul menipisnya cadangan devisa dan meningkatnya utang.

Namun dalam situasi yang lesu seperti itu, para pebisnis hotel di Nepal siap menyambut kebangkitan pariwisata yang diharapkan.

Binayak Shah dari Hotel Association Nepal (HAN) mengatakan negara itu sekarang dapat menampung hingga 2,5 juta pengunjung. Angka itu lebih dari dua kali lipat dibandingkan rekor wisatawan asing negeri itu, yaitu 1,2 juta pada 2019.

Kendati menyandang predikat sebagai sektor ekonomi yang paling terkenal di Nepal, pariwisata sesungguhnya bukan penyumbang terbesar pendapatan Nepal. Sektor itu hanya menghasilkan sekitar 5% dari cadangan devisa. Adalah sektor remitansi, alias pengiriman uang dari pekerja Nepal di luar negeri yang menyumbang devisa terbesar di negeri itu, dengan porsi 60%.

Pandemi juga mengakibatkan remitansi seret. Kebijakan pembatasan yang berlaku di negara tempat meereka bekerja mengakibatkan banyak pekerja migran Nepal harus kembali ke kampung halamannya,

Di daerah pegunungan yang sangat bergantung pada pariwisata, hampir 80% kehilangan pendapatan selama pandemi dan larangan trekking. Sekitar 3.500 perusahaan yang bergantung pada pariwisata di daerah Thamel di Kathmandu saja tutup, menurut perkiraan industri.

Baca Juga: Aset Mewah Roman Abramovich Masih Beroperasi, Superyacht Solaris Berlayar di Turki

Meskipun turis mulai berdatangan, kekhawatiran yang mengganggu tetap ada. Saat ini, kebanyakan wisatawan asing di Nepal berasal dari India dan China. Saat ini, kedua negara itu tengah mengambil langkah-langkah pembatasan untuk mencegah gelombang kasus baru infeksi Covid.

Nepal yang memiliki ekonomi senilai US$ 36 miliar mencatat kurang dari 50 kasus Covid-19 dan nol kematian dalam lebih dari sebulan. Sejauh ini, 66,8% dari populasinya telah divaksinasi lengkap.

"Saya sepenuhnya divaksinasi. Nepal adalah tempat yang aman," kata Katharine Loosli, turis berusia 65 tahun asal Swiss, kepada Reuters di jalan-jalan Thamel yang biasanya ramai. Dia telah datang ke Nepal secara teratur sejak tahun 1998. Loosli tengah bersiap untuk melakukan perjalanan ke bukit Pun, dekat puncak tertinggi ke-10 di dunia, Gunung Annapurna.

Konflik Ukraina juga menghalangi turis dari sana dan Rusia, sementara tarif udara dan biaya lainnya meningkat. Meskipun ada hambatan, beberapa pemilik restoran dan hotel menantikan waktu yang lebih baik.

Agni Dhakal yang telah menjalankan toko suvenir di Thamel selama 30 tahun, mengatakan kebanyakan orang dalam bisnis tersebut merasa situasi terburuk sudah berlaku. "Sepertinya era hitam pariwisata Nepal sudah berakhir," tutur pedagang berusia 47 tahun itu.

Bagikan

Berita Terbaru

Kopdes Melaju Buat Siapa?
| Minggu, 08 Juni 2025 | 05:10 WIB

Kopdes Melaju Buat Siapa?

​Hingga awal Juni, sebanyak 78.000 lembaga Kopdes Merah Putih sudah terbentuk melalui musyawarah desa khusus.

Menadah Peluang dari Aksi Jual Asing
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:32 WIB

Menadah Peluang dari Aksi Jual Asing

Beberapa saham yang terkena aksi jual asing dalam sepekan terakhir ini, masih dapat dicermati untuk trading jangka pendek

Emiten Memperluas Diversifikasi Bisnis
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:25 WIB

Emiten Memperluas Diversifikasi Bisnis

 Sejumlah emiten mulai dari sektor teknologi, kesehatan, hingga energi, memperluas bisnis dengan membentuk anak usaha baru.

Prospek Saham DSNG yang Siap  Menebar Dividen Rp 24 Per Saham
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:23 WIB

Prospek Saham DSNG yang Siap Menebar Dividen Rp 24 Per Saham

PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) akan membagikan dividen tunai sebesar Rp 254,39 miliar dari buku tahun 2024.

Strategi Mega Perintis (ZONE) Bertahan di Bisnis Fesyen
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:19 WIB

Strategi Mega Perintis (ZONE) Bertahan di Bisnis Fesyen

Mengupas rencana bisnis perusahaan ritel fesyen, PT Mega Perintis Tbk (ZONE) di tengah persaingan industri yang ketat

PMI yang Terkontraksi Tampaknya Tak Berpengaruh ke Emiten-Emiten Ini
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:00 WIB

PMI yang Terkontraksi Tampaknya Tak Berpengaruh ke Emiten-Emiten Ini

Potensi kontraksi PMI masih dapat berlanjut, terlebih jika pasca negosiasi tarif dalam 90 hari tidak mendapatkan keputusan win-win.

Profit 27,96% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Anjlok (7 Juni 2025)
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 08:26 WIB

Profit 27,96% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Anjlok (7 Juni 2025)

Harga emas Antam hari ini (7 Juni 2025) Rp 1.904.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 27,96% jika menjual hari ini.

Membawa Metrodata Menjadi Raksasa
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 08:20 WIB

Membawa Metrodata Menjadi Raksasa

Susanto Djaja adalah sosok yang sudah teruji memimpin bisnis Metrodata dan mengenal dengan baik kultur bisnis perusahaan.

Pilah-Pilih Valas Saat Dolar AS Cemas
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 07:45 WIB

Pilah-Pilih Valas Saat Dolar AS Cemas

OECD memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi AS yang semula sebesar 2,2% di tahun 2025, menjadi 1,6% dan turun ke 1,5% pada 2026. 

Menangkap Kilau Berlian Buatan
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 07:00 WIB

Menangkap Kilau Berlian Buatan

Berlian hasil laboratorium atau lab grown diamond sukses menggaet pasar muda yang luas dengan harga jauh lebih murah

INDEKS BERITA

Terpopuler