Ini Dua Poin yang Hambat G20 Membuat Komitmen untuk Atasi Perubahan Iklim

Sabtu, 24 Juli 2021 | 11:51 WIB
Ini Dua Poin yang Hambat G20 Membuat Komitmen untuk Atasi Perubahan Iklim
[ILUSTRASI. Bendera Negara G20.]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - NAPOLI. Konferensi tingkat menteri G20 gagal menyepakati kata-kata komitmen utama dalam mengatasi perubahan iklim. Menteri Transisi Ekologi Italia, Roberto Cingolani, Jumat (23/7), menyatakan, poin yang belum disepakati itu akan diteruskan untuk dibahas di pertemuan puncak G20 di Roma, pada Oktober mendatang. 

Cingolani mengatakan negosiasi G20 dengan China, Rusia dan India terbukti sangat sulit. Catatan saja, Italia saat imemegang jabatan presiden bergilir G20, karena itu Cingolani menjabat sebagai ketua dalam pertemuan tingkat menteri yang berlangsung selama dua hari itu.

Menurut Cingolani, pada akhirnya China dan India menolak untuk menandatangani poin yang dipermasalahkan. Salah satu poin itu adalah menghapus secara bertahap pembangkit listrik tenaga batu bara.

Sebagian besar negara anggota G20 ingin tujuan itu tercapai pada tahun 2025.  Namun beberapa negara lainnya menyatakan, target itu mustahil mereka penuhi.

Baca Juga: ADB Siapkan Fasilitas Pembiayaan Iklim Hingga US$ 80 Miliar

Poin lain yang diperdebatkan seputar batas kenaikan suhu global, yang menurut Perjanjian Paris 2015 berkisar 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat Celcius. Suhu global rata-rata telah meningkat lebih dari 1 derajat Celcius dibandingkan dengan dasar yang digunakan para ilmuwan untuk mengukur kenaikan suhu, yaitu suhu di masa pra-industri.

“Beberapa negara ingin lebih cepat dari apa yang disepakati di Paris dan bertujuan untuk membatasi suhu pada 1,5 derajat dalam satu dekade. Tetapi yang lain, dengan lebih banyak ekonomi berbasis karbon, mengatakan mari kita tetap berpegang pada apa yang disepakati di Paris,” kata Cingolani.

Komunike terakhir, yang seharusnya diterbitkan pada hari Jumat, mungkin tidak akan dirilis sampai hari Sabtu, tambahnya.

Baca Juga: Sistem pajak internasional disepakati, Indonesia akan dapat tambahan pendapatan pajak

Pertemuan G20, yang merupakan wadah dari negara-negara dengan ekonomi besar, dipandang penting, menjelang pembicaraan iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang dikenal sebagai COP 26. Pertemuan COP 26 dijadwalkan berlangsung pada November di Glasgow dalam waktu 100 hari.

Kegagalan G20 untuk menyepakati bahasa yang sama menjelang pertemuan itu kemungkinan akan dilihat sebagai kemunduran bagi harapan dunia untuk mengamankan kesepakatan yang berarti di Skotlandia.

Menjelang COP 26, para aktivis lingkungan berharap pertemuan G20 akan mengarah pada penguatan target iklim, komitmen baru pada pembiayaan iklim, dan peningkatan negara-negara yang berkomitmen untuk nol emisi bersih pada tahun 2050.

“G20 gagal memberikan. Tagline G20 Italia adalah 'Rakyat, Planet, Kemakmuran', tetapi hari ini G20 menghadirkan 'Pencemaran, Kemiskinan, dan Kelumpuhan,” demikian pernyataan jaringan aktivis online, Avaaz.

Cingolani mengatakan G20 tidak membuat komitmen keuangan baru, tetapi menambahkan bahwa Italia akan meningkatkan pembiayaan iklimnya sendiri untuk negara-negara terbelakang.

Urgensi mengatasi risiko perubahan iklim muncul kembali bulan ini, dengan musibah banjir di Eropa barat, kebakaran hutan di Amerika Serikat serta suhu yang terik di Siberia. Namun negara-negara tetap berselisih tentang bagaimana menanggung kebijakan mengurangi pemanasan global, yang berbiaya mahal.

Terlepas dari dua poin ketidaksepakatan, Cingolani mengatakan G20 telah menyusun 58 poin komunike dan bahwa semua negara sepakat bahwa dekarbonisasi adalah tujuan yang diperlukan. “Ini adalah pertama kalinya G20 menerima bahwa kebijakan iklim dan energi saling terkait erat,” katanya ketika ditanya aspek paket mana yang paling dia sukai.

Baca Juga: Sistem pajak internasional disepakati, RI bisa pajaki 100 perusahaan multinasional

“Apa yang terjadi hari ini tidak terpikirkan empat bulan lalu,”  tambahnya. Menjelang komunike penuh, kepresidenan Italia merilis ringkasan kesepakatan, di bawah judul seperti “perang melawan perubahan iklim,” “energi bersih,” “pembiayaan iklim,” serta “penelitian dan pengembangan” dan “kota pintar.”

Ini merujuk pada kesepakatan yang dibuat negara-negara maju di tahun 2009 untuk bersama-sama menyumbang US$ 100 miliar setiap tahun, sejak 2020. Dana itu akan digunakan untuk membiayai risiko iklim yang mengancam negara-negara miskin, seperti kenaikan air laut, badai, dan kekeringan yang diperburuk oleh perubahan iklim. Target itu masih belum terpenuhi.

Meskipun demikian, ringkasan kepresidenan Italia mengatakan bahwa janji itu “tetap penting,” dan ada “komitmen untuk meningkatkan kontribusi setiap tahun hingga 2025.”

Selanjutnya: Ada Risiko Kebakaran, GM Mengumumkan Recall Terbaru atas Mobil Listrik Bolt

 

Bagikan

Berita Terbaru

Dapat Dukungan Entitas Singapura, TGUK Bidik Bisnis Makanan Olahan dan Daging Beku
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 16:34 WIB

Dapat Dukungan Entitas Singapura, TGUK Bidik Bisnis Makanan Olahan dan Daging Beku

Platinum Wahab Nusantara (TGUK) melihat pasar frozen meat diperkirakan akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk menengah.

Perlu Strategi Lebih Tajam Memilih Koin Kripto ICO Dibandingkan IPO Saham
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 16:07 WIB

Perlu Strategi Lebih Tajam Memilih Koin Kripto ICO Dibandingkan IPO Saham

Memilih koin yang baru lakukan ICO harus dilakukan dengan seksama dan berhati-hati karena tingkat risiko dan volatilitas yang tinggi.

Harga Kakao Global Tinggi, Tapi Ekspor Kakao Tak Bertenaga
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 16:00 WIB

Harga Kakao Global Tinggi, Tapi Ekspor Kakao Tak Bertenaga

Petani kakao Indonesia gigit jari di tengah harga global US$5.793/ton. Temukan faktor penyebab ekspor tak bertenaga dan solusi Dekaindo.

Menguji Jalan Pintas untuk Mengejar Produksi Cokelat
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 15:00 WIB

Menguji Jalan Pintas untuk Mengejar Produksi Cokelat

Indonesia menjadi salah satu negara penghasil biji kakao dunia. Untuk mendongkrak kemampuan produksi kakao ada pungutan tarif ekspor.

Menakar Prospek Kinerja dan Saham Emiten Rokok di Kuartal IV-2025
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 14:04 WIB

Menakar Prospek Kinerja dan Saham Emiten Rokok di Kuartal IV-2025

Revisi proyeksi GGRM dilakukan dengan menurunkan pertumbuhan bottom line 2026, seiring ekspektasi penurunan kinerja 2025 sekitar 41% YoY.

Sempat Dipuji Presiden Prabowo, Kapan Michelin Star Meluncur di Indonesia?
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 10:00 WIB

Sempat Dipuji Presiden Prabowo, Kapan Michelin Star Meluncur di Indonesia?

Menurut Manuel, keberhasilan Indonesia meraih Michelin Keys akan membawa dampak luas terhadap pariwisata dan ekonomi nasional.

Persiapkan Dana Juga biar Warisan Tak Jadi Beban
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Persiapkan Dana Juga biar Warisan Tak Jadi Beban

Dana untuk perencanaan warisan alias distribusi kekayaan perlu disiapkan. Termasuk, menyiapkan dana buat mengurus BPHTB.

Rupiah Tembus ke Rp 16.602 Per Dolar Amerika Serikat, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 08:52 WIB

Rupiah Tembus ke Rp 16.602 Per Dolar Amerika Serikat, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Beragam sentimen seperti harapan pertemuan China dan AS dalam hal perundingan dagang dan keputusan BI mempertahankan suku bunga. 

Hasil Penjualan Lahan Naik, Laba AKR Corporindo (AKRA) Melejit
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 08:44 WIB

Hasil Penjualan Lahan Naik, Laba AKR Corporindo (AKRA) Melejit

AKRA perlu waspada potensi risiko bisnis, seperti penurunan margin akibat perubahan komposisi pelanggan dari sektor tambang ke pasar umum. 

Bayang-Bayang Kinerja Emiten & Keputusan BI Rate Mengiringi Jalannya IHSG Sepekan
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 08:18 WIB

Bayang-Bayang Kinerja Emiten & Keputusan BI Rate Mengiringi Jalannya IHSG Sepekan

Gerak IHSG  diwarnai sentimen rilis data suku bunga dan industri China, keputusan moneter BI dan kinerja emiten per kuartal III-2025.

INDEKS BERITA

Terpopuler