Jelang COP 26, IMF Maju-Mundur dalam Membahas Skema Pertukaran Utang Hijau

Sabtu, 30 Oktober 2021 | 17:46 WIB
Jelang COP 26, IMF Maju-Mundur dalam Membahas Skema Pertukaran Utang Hijau
[ILUSTRASI. Logo IMF terpajang di kantor utamanya di Washington DC, Amerika Serikat, 20 April 2018. REUTERS/Yuri Gripas/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - ROMA. Dana Moneter Internasional (IMF) memfokuskan gagasan pertukaran utang-untuk-iklim ke negara-negara yang terbebas dari masalah utang. IMF juga membatalkan rencana untuk merilis proposal bersama dengan Bank Dunia sebelum konferensi iklim PBB yang dijadwalkan minggu depan, menurut sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Pimpinan IMF Kristalina Georgieva, pada April lalu, menyatakan “pertukaran utang hijau” dapat mengakselerasi negara-negara berkembang mengambil tindakan pencegahan terhadap perubahan iklim. IMF berjanji untuk bekerja sama dengan Bank Dunia untuk menggulirkan opsi itu pada Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-26 di Glasgow.

Pernyataan Georgieva menuai dukungan dari kelompok masyarakat sipil yang menginginkan adanya solusi untuk mengatasi perubahan iklim sekaligus meningkatnya beban utang yang dihadapi banyak negara berpenghasilan rendah. Nilai utang kelompok negara itu melonjak hingga rekor tertinggi, yaitu US$ 860 miliar pada tahun 2020.

Namun gagasan itu juga memunculkan keraguan tentang dampak potensial dan utilitas dari swap tersebut. Sejumlah masalah muncul terlihat dalam fasilitas pertukaran utang yang telah diluncurkan, seperti skala yang kecil dan bunga yang terbatas. Apalagi skema restrukturisasi utang yang lebih luas dan lebih langsung yang diluncurkan oleh G20 juga bergerak lamban. 

Baca Juga: Sri Mulyani: Stabilitas sistem keuangan di kuartal III-2021 dalam kondisi normal

Georgieva sempat menggelar pertemuan untuk membahas pertukaran utang,  dengan pejabat dari PBB, Bank Dunia dan para ahli eksternal pada bulan Juli. Namun, tak banyak kemajuan yang dicapai usulan tersebut, demikian penuturan sejumlah sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Ditanya apakah IMF akan mengungkap rencana yang konkret minggu depan, seorang juru bicara mengatakan lembaga itu terus “menjelajahi ide-ide” dan mengharapkan diskusi berlanjut untuk beberapa waktu.

"Pertukaran utang-iklim bisa menjadi pelengkap yang berguna untuk instrumen keuangan iklim yang ada, terutama di negara-negara dengan utang berkelanjutan tetapi ruang fiskal terbatas," kata juru bicara itu. "Kami mendukung untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan pertukaran ini berkembang dan mencapai skala yang lebih besar."

Pejabat Bank Dunia skeptis, lebih memilih untuk fokus pada perubahan kebijakan terkait iklim daripada membutuhkan pengeluaran tambahan dari negara-negara yang sudah banyak berhutang, kata sumber yang mengetahui diskusi tersebut.

Pejabat IMF juga mengajukan pertanyaan secara internal tentang dampak instrumen yang ditargetkan tersebut, mencatat beberapa negara donor mungkin lebih memilih hibah karena kesederhanaan yang lebih besar, kata sumber.

Kevin Gallagher, yang memimpin Pusat Kebijakan Pembangunan Global di Universitas Boston, mengatakan, kecewa karena rencana yang diajukan Georgieva cuma beringsut tipis.

Lembaga yang dipimpin Gallagher dan dua institusi serupa, pada Juni lalu meminta negara-negara G20 untuk meluncurkan fasilitas global baru untuk menjamin obligasi baru yang dapat ditukar oleh kreditur swasta untuk utang lama dengan haircut. Skema ini merujuk ke sebuah model yang disebut obligasi Brady, yang populer di antara negara-negara Amerika Latin pada dekade 1980-an.

"IMF perlu meningkatkan rasa urgensinya," kata Gallagher kepada Reuters. Ia menggarisbawahi pertemuan masalah yang dihadapi negara-negara yang berutang besar dan berisiko terhadap peristiwa cuaca terkait perubahan iklim.

Baca Juga: IMF pangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi negara di kawasan asia

John Morton, penasihat utama Departemen Keuangan AS untuk isu-isu iklim, mengatakan adalah cerdas untuk memaksimalkan manfaat iklim dalam program pengampunan utang apa pun. Namun AS tidak dalam posisi yang sesuai untuk membahas ide itu, mengingat negara tersebut tidak memegang utang banyak negara berkembang. 

"Agar pertukaran utang-untuk-alam ini menjadi bermakna, mereka perlu dilakukan pada skala yang signifikan, dan sulit melihat ada jalan yang mudah untuk itu," kata Morton kepada Reuters dalam sebuah wawancara.

Salah satu sumber yang akrab dengan diskusi tersebut mengatakan bahwa pertukaran utang-untuk-alam hanya berjumlah $1 miliar sejak tahun 1980-an. Salah satu penyebabnya, mekanisme pertukaran yang rumit untuk dilaksanakan.

"Jenis hal ini tidak bekerja secara sistemik," kata sumber itu, mencatat kemajuan lambat yang telah dibuat Chad, Zambia dan Ethiopia di bawah Kerangka Kerja Umum G20 untuk Pengelolaan Utang.

Selanjutnya: Debut Udermy di Nasdaq Mengecewakan, Ditransaksikan di Bawah Harga IPO

 

Bagikan

Berita Terbaru

Transaksi Pembayaran Lewat QRIS Semakin Semarak
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:11 WIB

Transaksi Pembayaran Lewat QRIS Semakin Semarak

BI menargetkan volume transaksi QRIS tahun 2025 mencapai 15,37 miliar atau melonjak 146,4% secara tahunan dengan nilai Rp 1.486,8 triliun 

CIMB Niaga Syariah Jajaki Konsolidasi dengan BUS
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 10:07 WIB

CIMB Niaga Syariah Jajaki Konsolidasi dengan BUS

Bank CIMB Niaga berpotensi memiliki bank syariah beraset jumbo. Pasalnya, bank melakukan penjajakan untuk konsolidasi dengan bank syariah​

Ekonomi Tak Pasti, Kolektor Barang Mewah Berhati-hati
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 08:00 WIB

Ekonomi Tak Pasti, Kolektor Barang Mewah Berhati-hati

Kondisi ekonomi global yang tak pasti serta suku bunga tinggi menekan industri barang mewah di tahun 2025

Berhentilah Menebang Masa Depan
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 07:10 WIB

Berhentilah Menebang Masa Depan

Bencana  banjir dan longsor di tiga provinsi Sumatra jadi momentum reformasi kebijakan perizinan dan tata ruang Indonesia.​

Jangan Jadi Tradisi
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 07:00 WIB

Jangan Jadi Tradisi

Lonjakan harga-harga komoditas pangan menjelang Nataru ataupun saat puasa dan Lebaran harus disikapi serius pemerintah lewat kebijakan.

Bos Martina Berto (MBTO) Memilih Investasi Berhorizon Menengah hingga Panjang
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:55 WIB

Bos Martina Berto (MBTO) Memilih Investasi Berhorizon Menengah hingga Panjang

Direktur Utama PT Martina Berto Tbk (MBTO), Bryan David Emil, memilih aset berjangka menengah panjang dalam portofolio investasinya.

Multifinance Kejar Pembiayaan Mobil
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:50 WIB

Multifinance Kejar Pembiayaan Mobil

Pemangkasan target penjualan mobil baru oleh Gaikindo menjadi 780.000 unit menegaskan tekanan pada industri otomotif belum mereda.

Daya Beli Pulih, Kredit Masih Tertahan
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:48 WIB

Daya Beli Pulih, Kredit Masih Tertahan

Pemulihan daya beli masyarakat mulai terlihat di Oktober 2025, namun belum merata. Kredit rumahtangga jadi penopang utama pertumbuhan kredit OJK.

Rupiah Pekan Ini Terangkat Pelemahan Dolar
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 06:30 WIB

Rupiah Pekan Ini Terangkat Pelemahan Dolar

Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot menguat 0,18% secara harian ke Rp 16.646 per dolar AS pada Jumat (12/12).

Sinergi Multi (SMLE) Bersiap Mengekspor Minyak Nilam
| Sabtu, 13 Desember 2025 | 05:20 WIB

Sinergi Multi (SMLE) Bersiap Mengekspor Minyak Nilam

SMLE memperkuat bisnis nilam sebagai salah satu komoditas strategis di Indonesia dengan fokus pada kategori wewangian (fragrance & flavors).

INDEKS BERITA

Terpopuler