KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan kredit yang mulai naik, mengungkit kebutuhan pendanaan bank. Untuk memenuhi keperluan itu, perbankan kembali melirik penerbitan surat utang..
Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana menuturkan permintaan kredit yang naik seiring menggeliatnya sektor riil, menjadi alasan bank untuk menimbang penerbitan surat utang.
Namun, ia menduga bank tidak terburu-buru mengeksekusi rencana itu lantaran kondisi likuiditas yang sangat longgar. Itu tercermin dari loan to deposit ratio (LDR) per Juli sebesar 80,17%.
“Permintaan kredit harus naik lebih tinggi lagi dibanding pertumbuhan di Agustus yang cuma 1,12%. Setidaknya LDR melampaui 90% dulu, baru bank kembali memilih pendanaan dari pasar modal, termasuk penerbitan obligasi,” ujar Fikri, Senin (4/10).
Fikri menyebut sebenarnya, yield obligasi korporasi sudah cukup rendah hingga menarik bagi bank untuk menerbitkan surat utang. Di sisi lain, bunga acuan Bank Indonesia dan bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di level 3,5% membuat bunga deposito rendah.
“Ini akan mendorong dana murah di bank. Perbankan makin gemar memperbesar rasio curent account and saving account. Bank juga mencari ruang untuk memaksimalkan likuiditas dengan meningkatkan kepemilikan surat berharga,” ujar dia.
Perkuat modal
Sejumlah bank sudah menerbitkan surat utang. Ambil contoh PT Bank BNI Tbk yang menerbitkan additional tier-1 capital bond dengan nilai US$ 600 juta. Surat berharga ini menawarkan bunga 4,3% per tahun, dan dicatatkan di bursa Singapura.
“Ini untuk penguatan modal dan mendukung pertumbuhan bisnis bank. Per Juni 2021, capital adequacy ratio (CAR) BNI sebesar 18,18%, Setelah penerbitan additional tier-1 capital bond, CAR naik ke kisaran 20%,” ujar Novita Widya Anggraini, Direktur Keuangan BNI ke KONTAN.
Surat utang ini memiliki karakteristik modal, bersifat subordinasi. Instrumen ini tidak memiliki jangka waktu dan pembayaran imbal hasil tidak dapat diakumulasikan atau bersifat perpetual non-cumulative subordinated debt.
Modal BNI akan bertambah lagi lantaran komisi VI DPR telah menyetujui usulan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) di tahun anggaran 2022 senilai Rp 3,5 triliun. Tambahan modal itu akan masuk ke BNI melalui skema rights issue pada tahun depan, dan akan digunakan untuk bisnis bank.
PT Bank KB Bukopin Tbk juga menerbitkan surat utang, yaitu Obligasi Berkelanjutan I KB Bukopin Tahap I senilai Rp 1 triliun. Bank juga merilis obligasi Subordinasi Berkelanjutan III KB Bukopin Tahap I Tahun 2021 yang terdiri dari Seri A dengan nilai maksimal Rp 315 miliar, dan Seri B yang ditawarkan Rp 685 miliar.
Total perolehan dana yang ditargetkan dari aksi korporasi ini Rp 2 triliun. Dana itu dialokasikan untuk mendukung ekspansi kredit perseroan di segmen UMKM dan konsumer, seperti kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit pembelian kendaraan bermotor, serta memperkuat struktur pendanaan bank dalam jangka panjang.
Hingga di 9 September 2021 lalu, total dana yang dihimpun KB Bukopin dari penerbitan obligasi senilai Rp 1,413 triliun. Sedang dana dari penerbitan Obligasi Subordinasi Seri A dan Seri B masing-masing Rp 357,5 milar dan Rp 734,5 miliar.
President Director KB Bukopin Chang Su Choi menjelaskan, dana hasil penerbitan surat utang dialokasikan untuk mendongkrak CAR sekaligus bekal bank untuk merealisasikan agenda ekspansi bisnis di waktu dekat.
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.