Negara Lain Dibayangi Ancaman Inflasi, China Jadi Tempat Berlindung Investor Global

Rabu, 26 Januari 2022 | 12:45 WIB
Negara Lain Dibayangi Ancaman Inflasi, China Jadi Tempat Berlindung Investor Global
[ILUSTRASI. Shanghai Stock Exchange di distrik finansial Pudong, Shanghai, China, 3 Februari 2020. REUTERS/Aly Song/File Photo]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Dana dari luar negeri mengalir deras ke China di awal 2022. Investor asing melihat negara itu sebagai tempat berlindung dari masalah inflasi, pertumbuhan, dan pandemi yang mengganggu sebagian besar pasar di negara lain.

Pengelola dana global memompa likuiditas ke ekuitas dan obligasi Tiongkok, kendati tingkat pengembalian investasi di tahun lalu terkikis oleh pengetatan berbagai aturan yang dilakukan Beijing. Tahun ini, para pengelola dana mempertaruhkan aset kelolaan mereka karena mengejar janji stabilitas ekonomi China, pelonggaran moneter dan fiskal, serta inflasi yang terkendali.

SItuasi di China sangat kontras dengan kondisi di tempat lain. Bank sentral utama sedang bersiap untuk menarik langkah-langkah stimulus berlebih dalam beberapa tahun terakhir. Federal Reserve mempercepat pengetatan moneter untuk menjinakkan inflasi yang tak terkendali di AS, berpotensi merusak nilai saham dan pendapatan.

Baca Juga: Persoalan Myanmar Juga Dibahas dalam Pertemuan Jokowi dengan PM Singapura  

David Dali, kepala strategi portofolio di Matthews Asia, menyebut China sebagai satu-satunya negara favorit di antara sekitar 30 pasar ekuitas negara berkembang, di tahun ini. “Kami percaya valuasi China adalah yang paling tidak berisiko dan paling menarik dari semua pasar utama,” kata Dali.

Dia mengutip faktor-faktor termasuk hambatan regulasi yang lebih rendah, kesiapan pemerintah untuk merangsang ekonomi, dan mandat politik untuk menjaga stabilitas dalam satu tahun. Pasar memperkirakan perpanjangan masa jabatan Presiden Xi Jinping hingga periode ketiga, akan segera terkonfirmasi.

Fidelity International juga melihat saham China menarik dari perspektif global. “Pergeseran kebijakan China sangat jelas. Dan data terbaru menunjukkan tanda-tanda bahwa ekonomi telah stabil," kata manajer dana Fidelity yang berbasis di Shanghai, Zhou Wenqun.

 Baca Juga: Singapura Catat Kunjungan Wisatawan Asing Terendah di Tahun Lalu

Bukti dari bullish itu adalah arus masuk bersih asing ke saham China melalui skema Stock Connect, yang mencapai rekor harian rata-rata US$ 413 juta selama tiga minggu pertama tahun 2022, menurut Morgan Stanley.

Arus kuat pada tahun 2021, dengan rekor US$ 67 miliar yang diinvestasikan melalui saluran Connect di ekuitas di pasar domestic China. Tetapi indeks blue-chip di bursa Tiongkok kehilangan 5,2%, berbeda dengan kenaikan hampir 27% di S&P 500 AS dan kenaikan dua digit di sebagian besar indeks Eropa.

Investor obligasi juga tertarik ke China, dengan latar belakang divergensi kebijakan moneter China-AS yang melebar.

Pasar obligasi biasanya berkinerja buruk dalam siklus kenaikan suku bunga, tetapi di China, "kami melihat bahwa siklus pelonggaran kebijakan moneter baru dimulai," kata Paula Chan, manajer portofolio senior di Manulife Investment Management, yang memperkirakan lebih banyak penurunan suku bunga.

"Kekhawatiran inflasi China tidak mengkhawatirkan seperti di negara lain", dan obligasinya adalah lindung nilai yang baik, katanya.

Arus masuk asing yang kuat telah membantu mendorong yuan Tiongkok ke level tertingginya terhadap dolar AS  dalam hampir empat tahun terakhir di minggu ini. Itu terjadi di saat China mengumumkan pemotongan prime lending rate untuk mendukung perekonomian.

Sebaliknya, arus masuk uang asing ke pasar negara berkembang di luar China telah "berhenti tiba-tiba", kata Institute of International Finance (IIF).

Pada bulan Desember, pasar negara berkembang (EM) di luar China mengalami arus keluar sebesar US$ 9,6 miliar, dibandingkan dengan arus masuk sebesar US$ 10,1 miliar untuk Tiongkok. Ekuitas China melihat arus masuk sebesar US$ 12,5 miliar, berkontribusi pada sebagian besar arus masuk EM.

Baca Juga: Kejar Buron Koruptor yang Sembunyi di Singapura

Untuk EM non-Tiongkok, "kami percaya bahwa prospeknya diperburuk oleh varian Omicron dan ekspektasi dolar yang lebih kuat dan suku bunga AS yang lebih tinggi," kata IIF, dalam laporan pelacak arus modal terbaru. "Pasar melihat China rebound lebih cepat daripada EM lainnya."

Pembelian asing pada awal tahun terkonsentrasi di sektor perbankan, material dan barang modal, menurut Morgan Stanley, yang mencatat saham teratas termasuk China Merchants Bank, NARI Technology dan Ping An Insurance Group.

UBS Securities mengatakan baik investor asing dan reksa dana domestik telah mengalokasikan untuk apa yang mereka anggap sebagai tema hangat, seperti energi baru dan manufaktur.

Bagikan

Berita Terbaru

Saham FAST Diprediksi Masih Bisa Melaju, Sisi Fundamental dan Ekspansi Jadi Sorotan
| Rabu, 10 Desember 2025 | 11:00 WIB

Saham FAST Diprediksi Masih Bisa Melaju, Sisi Fundamental dan Ekspansi Jadi Sorotan

Selain inisiatif ekspansinya, FAST akan diuntungkan oleh industri jasa makanan Indonesia yang berkembang pesat.

Jejak Backdoor Listing Industri Nikel dan Kendaraan Listrik China di Indonesia
| Rabu, 10 Desember 2025 | 10:00 WIB

Jejak Backdoor Listing Industri Nikel dan Kendaraan Listrik China di Indonesia

Setelah pergantian kepemilikan, gerak LABA dalam menggarap bisnis baterai cukup lincah di sepanjang 2024.

Saham FAST Diprediksi Masih bisa Melaju, Sisi Fundamental dan Ekspansi Jadi Sorotan
| Rabu, 10 Desember 2025 | 08:30 WIB

Saham FAST Diprediksi Masih bisa Melaju, Sisi Fundamental dan Ekspansi Jadi Sorotan

Industri jasa makanan Indonesia diproyeksikan akan mencatat pertumbuhan hingga 13% (CAGR 2025–2030). 

Ancaman Penurunan Laba Bersih hingga 27%, Investor Diimbau Waspadai Saham Batubara
| Rabu, 10 Desember 2025 | 08:05 WIB

Ancaman Penurunan Laba Bersih hingga 27%, Investor Diimbau Waspadai Saham Batubara

Regulasi DHE 2026 mengurangi konversi valuta asing menjadi rupiah dari 100% ke 50%, membatasi likuiditas perusahaan batubara.

Proyek IKN Jadi Pedang Bermata Dua untuk Emiten BUMN Karya
| Rabu, 10 Desember 2025 | 07:51 WIB

Proyek IKN Jadi Pedang Bermata Dua untuk Emiten BUMN Karya

Kebutuhan modal kerja untuk mengerjakan proyek IKN justru bisa menambah tekanan arus kas dan memperburuk leverage.

Bangun Tiga Gerai Baru, DEPO Incar Pendapatan Rp 3 Triliun
| Rabu, 10 Desember 2025 | 07:49 WIB

Bangun Tiga Gerai Baru, DEPO Incar Pendapatan Rp 3 Triliun

Emiten bahan bangunan milik konglomerat Hermanto Tanoko itu berencana menambah tiga gerai baru tahun depan.

Cuaca Ekstrem dan Momentum Nataru Diklaim Jadi Pendorong Pemulihan Harga CPO
| Rabu, 10 Desember 2025 | 07:35 WIB

Cuaca Ekstrem dan Momentum Nataru Diklaim Jadi Pendorong Pemulihan Harga CPO

Emiten yang memiliki basis kebun kelapa sawit di Kalimantan diprediksi relatif lebih aman dari gangguan cuaca.

Mandiri Sekuritas Tangani 5 IPO Skala Jumbo Alias Lighthouse Company, Ini Bocorannya
| Rabu, 10 Desember 2025 | 07:34 WIB

Mandiri Sekuritas Tangani 5 IPO Skala Jumbo Alias Lighthouse Company, Ini Bocorannya

Minat korporasi melantai ke bursa terus meningkat dan akan terlihat di tahun 2026. ada empat sampai lima perusahaan yang sedang kami perhatikan. 

Tahun Ini Jeblok, Laba Bersih Emiten Diramal Akan Pulih Tahun Depan
| Rabu, 10 Desember 2025 | 06:57 WIB

Tahun Ini Jeblok, Laba Bersih Emiten Diramal Akan Pulih Tahun Depan

Mandiri Sekuritas memproyeksikan laba bersih emiten dalam cakupannya bisa tumbuh 14,2% dengan pertumbuhan pendapatan sebesar 7,8%.

Demutualisasi Bursa Dikebut, Targetnya Rampung Pada Semester I-2026
| Rabu, 10 Desember 2025 | 06:54 WIB

Demutualisasi Bursa Dikebut, Targetnya Rampung Pada Semester I-2026

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menargetkan proses demutualisasi Bursa Efek Indonesia (BEI) segera rampung pada semester I-2026 mendatang.

INDEKS BERITA

Terpopuler