Pendapatan Naik 6%, Induk Usaha Grup Salim Mencetak Laba Bersih US$ 131,8 Juta

Rabu, 27 Maret 2019 | 05:45 WIB
Pendapatan Naik 6%, Induk Usaha Grup Salim Mencetak Laba Bersih US$ 131,8 Juta
[]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan induk Grup Salim, First Pacific Company Limited, membukukan pendapatan sebesar US$ 7,7 miliar, naik sebesar 6% dibandingkan periode 2017. 

Meski pendapatan hanya naik 6%, laba bersih First Pacific sepanjang 2018 lalu naik 9% menjadi sebesar US$ 131,8 juta sepanjang 2018 lalu. Dengan demikian, laba bersih per saham pada 2019 sebesar 3,04 sen.

Kenaikan laba bersih tersebut ditopang terutama oleh berkurangnya kerugian tidak terulang sehingga mengimbangi penurunan laba berulang.

Sepanjang 2018, kontribusi laba dari operasi turun 6% menjadi US$ 393,9 juta. Laba berulang turun 4% menjadi US$ 289,5 juta. Sementara kerugian tak terulang turun 19% menjadi US$ 157,8 juta.

Manajemen First Pacific menyebutkan, kenaikan pendapatan pada tahun lalu terutama ditopang oleh kuatnya pertumbuhan penjualan di Metro Pacific Investments Corporation (MPIC) dan PacificLight Power Pte Ltd (PLP).

Sementara penurunan kontribusi laba dari operasi disebabkan oleh lebih rendahnya kontribusi dari sebagian besar bisnis yang didorong oleh pelemahan mata uang dan rendahnya harga komoditas.

"Ketika Anda melihat kembali pelemahan peso dan rupiah dan pergerakan harga komoditas yang merugikan, Anda akan melihat bahwa bisnis yang menjadi bagian utama dari pendapatan kami berada pada posisi yang baik di pasar mereka," ujar Manuel V Pangilinan, Managing Director and Chief Executive Officer First Pacific.

Segmen produk makanan konsumen masih menjadi penyumbang terbesar terhadap total pendapatan First Pacific, yakni sebesar US$ 5,3 miliar. Di posisi kedua adalah segmen infrastruktur dengan konstribusi sebesar US$ 2,3 miliar.

Berdasarkan pasar geografis, Indonesia masih menjadi penyumbang pendapatan terbesar bagi First Pacific, yakni sebesar US$ 4,7 miliar. Perinciannya, sebesar US$ 4,7 miliar dari segmen produk makanan konsumen dan sebesar US$ 21,1 juta dari segmen infrastruktur.

Di posisi kedua adalah Filipina yang menyumbang pendapatan sebesar US$ 1,9 miliar. Sebesar US$ 322 juta berasal dari segmen produk makanan konsumen dan sebesar US$ 1,55 miliar dari segmen infrastruktur.

Sementara berdasarkan individual perusahaan, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) menjadi penyumbang terbesar pendapatan bagi First Pacific sebesar US$ 5,14 miliar.

Meski begitu, kontribusi pendapatan Indofood sepanjang 2018 tercatat turun 1,9% dibandingkan periode 2017. Hal ini disebabkan oleh pelemahan rumah sehingga mengurangi nilai pendapatan Indofood dalam dollar Amerika Serikat.

Penyumbang pendapatan terbesar kedua adalah Metro Pacific dengan kontribusi sebesar US$ 1,6 miliar.

Dibandingkan 2017, kontribusi pendapatan Metro Pacific pada 2018 naik 27% terutama disebabkan dikonsolidasikannya laporan keuangan PT Nusantara Infrastructure Tbk (META) ke dalam laporan keuangan Metro Pacific sejak Juli 2018.

Indofood juga masih menjadi penyumbang terbesar bagi laba First Pacific, yakni sebesar US$ 134,7 juta. Namun, dibandingkan periode 2017, kontribusi laba Indofood pada 2018 lalu turun 9%.

Sementara Metro Pacific menjadi penyumbang terbesar kedua dengan kontribusi laba sebesar US$ 120,9 juta. Kontribusi laba Metro Pacific pada 2018 naik 2,2%.

PLTD, perusahaan patungan First Pacific di Filipina yang bergerak di sektor telekomunikasi, menyumbang laba sebesar US$ 120,7 juta, turun 3,2% dibandingkan periode 2017.

Pergerakan mata uang menjadi faktor utama dalam penurunan kontribusi Indofood dan PLDT. Rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang 2018 turun sebesar 6,2% sementara nilai tukar peso Filipina turun 4,4%.

Manajemen First Pacific menambahkan, kinerja Indofood juga diliputi oleh pelemahan harga minyak sawit. Segmen agribisnis, yang profitabilitasnya didorong oleh harga komoditas, pada tahun lalu berkontribusi sekitar 17% terhadap total penjualan Indofood.

Meski begitu, Pangilinan mengatakan, bisnis inti perusahaan berjalan dengan baik. Fondasi pendapatan untuk bisnis inti di Indonesia dan Filipina tetap kuat.

Pangilinan menambahkan, pinjaman dan biaya bunga yang lebih rendah akan memperkuat neraca dan arus kas First Pacific ke depan.

Pada semester I-2019 ini, First Pacific akan mencatat kerugian sekitar US$ 280 juta atas pelepasan investasi dalam Goodman Fielder. Namun, hasil divestasi Goodman akan digunakan untuk mengurangi utang.

Seperti diketahui, pada 11 Maret lalu, First Pacific meneken perjanjian jual beli saham dengan Wilmar International Limited untuk menjual 50% saham milik First Pacific di FPW Singapore Holdings Pte Ltd senilai US$ 300 juta. FPW adalah pemilik 100% Goodman Fielder.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Cadangan Devisa Stabil per Mei 2025 di Tengah Stabilisasi Rupiah oleh Bank Sentral
| Selasa, 10 Juni 2025 | 16:56 WIB

Cadangan Devisa Stabil per Mei 2025 di Tengah Stabilisasi Rupiah oleh Bank Sentral

Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia sebesar US$ 152,5 miliar pada akhir Mei 2025.

Aturan Co-Payment OJK Bebani Langkah Mitra Keluarga (MIKA) dan Siloam (SILO)
| Selasa, 10 Juni 2025 | 10:06 WIB

Aturan Co-Payment OJK Bebani Langkah Mitra Keluarga (MIKA) dan Siloam (SILO)

Tidak hanya akan membebani masyarakat peserta asuransi, aturan OJK mengenai co-payment juga akan membebani kinerja MIKA dan SILO.

Profit 31,9% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Tipis (10 Juni 2025)
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:41 WIB

Profit 31,9% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Naik Tipis (10 Juni 2025)

Harga emas Antam hari ini (10 Juni 2025) Rp 1.909.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 31,9% jika menjual hari ini.

Outlook Harga Minyak Semester II-2025
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:33 WIB

Outlook Harga Minyak Semester II-2025

Pertumbuhan PDB China yang diproyeksikan hanya berkisar 4,7%–5% adalah faktor yang mempengaruhi perlambatan permintaan minyak mentah.

Maharaksa Biru Energi (OASA) Intip Potensi Cuan di Sektor Industri Hijau
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:30 WIB

Maharaksa Biru Energi (OASA) Intip Potensi Cuan di Sektor Industri Hijau

OASA melihat proyek waste to energy punya prospek bisnis menarik, dan bisa menjadi salah satu solusi pengelolaan sampah, terutama di perkotaan.

Valuasi IHSG Masih Menarik Dibanding Bursa Kawasan
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:26 WIB

Valuasi IHSG Masih Menarik Dibanding Bursa Kawasan

Dibandingkan pasar berkembang atau emerging market lainnya, valuasi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih menarik.

SWF Sepakbola Qatar
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:16 WIB

SWF Sepakbola Qatar

Belanja infrastruktur Qatar senilai US$ 67 miliar menghasilkan sport tourism US$ 220 miliar setelah Piala Dunia 2022.

Selektif Memilih Saham yang Tertinggal
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:11 WIB

Selektif Memilih Saham yang Tertinggal

Saham-saham tertinggal atau laggard yang memiliki fundamental baik dapat dipilih untuk beli di harga diskon

Industri Kertas Lokal Minta Perlindungan dari Serbuan Produk Impor
| Selasa, 10 Juni 2025 | 08:00 WIB

Industri Kertas Lokal Minta Perlindungan dari Serbuan Produk Impor

Industri kertas nasional tengah menghadapi tekanan berat akibat membanjirnya produk impor dari China, Korea Selatan, dan Jepang.

Kenaikan Rupiah Diproyeksi Akan Terbatas pada Selasa (10/6)
| Selasa, 10 Juni 2025 | 07:19 WIB

Kenaikan Rupiah Diproyeksi Akan Terbatas pada Selasa (10/6)

Di tengah ketidakpastian global dan minimnya sentimen positif domestik, ruang gerak rupiah masih terbatas. 

INDEKS BERITA

Terpopuler