Prediksi Kurs Rupiah: Belum Ada Sentimen Positif dari Dalam Negeri
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah di pekan ini cenderung tertekan akibat kombinasi sentimen eksternal dan internal.
Bahkan, di akhir pekan, kurs rupiah kembali ke level Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Kemarin, kurs rupiah di pasar spot melemah 0,23% jadi Rp 14.009 per dollar AS.
Ini membuat mata uang rupiah melemah sebesar 0,51% dalam sepekan.
Setali tiga uang, kurs tengah rupiah di Bank Indonesia (BI) juga turun 0,11% ke level Rp 14.001 per dollar AS.
Dalam seminggu terakhir, posisinya sudah anjlok 0,63%.
Menurut Direktur Garuda Berjangka Ibrahim, kurs rupiah mulai turun saat Boris Johnson terpilih sebagai perdana menteri Inggris.
Mengingat, selama ini Johnson mendukung Inggris keluar dari Uni Eropa dengan cara apapun atau hard Brexit.
Baca Juga: Politisi Jerman Terpecah Tanggapi Boris Johnson Jadi PM Inggris
"Keinginan Johnson ini memberi dampak pada Bank of England (BoE) yang kemungkinan besar menurunkan tingkat suku bunga," kata Ibrahim.
Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri menambahkan, sentimen rencana The Federal Reserve memangkas suku bunga dari 50 basis poin (bps) menjadi hanya 25 bps untuk tahun ini juga menjadi katalis negatif.
Hal ini terjadi karena data Negeri Paman Sam ciamik.
Lihat saja, klaim pengangguran pada periode yang berakhir 19 Juli lalu hanya 206.000 orang.
Angka ini di bawah proyeksi analis yang sebelumnya memperkirakan klaim pengangguran mencapai 220.000.
"Dari pejabat The Fed sendiri masih terbagi pendapatnya," kata Reny.
Baca Juga: Harga Emas Menguat, Menanti Data Ekonomi AS
Reny memperkirakan, tren penurunan rupiah berlanjut di pekan depan.
Penyebabnya, belum ada data dari dalam negeri yang cukup signifikan untuk menyokong rupiah.
Dia memprediksi rupiah bergerak di kisaran Rp 13.900–Rp 14.120 per dollar AS.
Sementara Ibrahim memprediksi, rupiah bergerak di rentang Rp 13.900–Rp 14.050 per dollar AS.
Baca Juga: Proyeksi IHSG: Masih Diselimuti Sentimen The Fed dan Laporan Keuangan