UOB Akhirnya Menerima Rencana Perdamaian, Produsen Taro Selamat dari Jerat Pailit

Selasa, 28 Mei 2019 | 18:44 WIB
UOB Akhirnya Menerima Rencana Perdamaian, Produsen Taro Selamat dari Jerat Pailit
[]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) produsen makanan ringan Taro PT Putra Taro Paloma dan produsen biskuit PT Balaraja Bisco Paloma berakhir damai. Bank UOB sebagai satu-satunya kreditur separatis akhirnya mau menerima proposal perdamaian yang diajukan kedua anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA) itu.

Rapat kreditur dengan agenda pemungutan suara yang digelar sore hari tadi, Selasa (28/5), dihadiri oleh 35 kreditur. Dari total 36 kreditur konkuren, yang hadir sebanyak 34 kreditur. Sementara satu lagi merupakan kreditur separatis.

Dalam pemungutan suara, satu kreditur konkuren dinyatakan abstain karena terlambat hadir sementara satu kreditur konkuren lagi tidak berada di ruangan saat pemungutan suara berlangsung.

Hasilnya, seluruh kreditur, baik kreditur konkuren maupun kreditur separatis, menerima rencana perdamaian yang diajukan oleh Putra Taro dan Balaraja Bisco.

Dengan demikian, hasil pemungutan suara ini telah memenuhi pasal 281 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Kepailitan dan PKPU.

Seperti diketahui, beleid tersebut menyatakan bahwa rencana perdamaian bisa diterima berdasarkan persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur konkuren yang bersama-sama mewakili paling sedikit dua pertiga dari seluruh tagihan. Serta, persetujuan lebih dari setengah jumlah kreditur separatis yang mewakili sedikitnya dua pertiga dari seluruh tagihan.

Dalam PKPU ini, Putra Taro dan Balaraja Bisco memiliki tagihan sebanyak Rp 300 miliar dari kreditur konkuren dan sebanyak Rp 181 miliar dari kreditur separatis.

Yang menarik, hanya ada satu pihak kreditur separatis dalam PKPU Putra Taro dan Balaraja Bisco,  yakni Bank UOB Indonesia yang dalam perkara ini bertindak sebagai pemohon.

Itu artinya, suara UOB menjadi penentu penerimaan proposal perdamaian. Jika Bank UOB sebagai satu-satunya kreditur separatis menolak proposal perdamaian, Putra Taro dan Balaraja Bisco akan bernasib pailit menyusul anak usaha Tiga Pilar di divisi beras.

Seperti diketahui, pada 6 Mei lalu, Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang telah memutus pailit atas empat anak usaha Tiga Pilar, yakni PT Dunia Pangan, PT Jatisari Srirejeki, PT Indo Beras Unggul, dan PT Sukses Abadi Karya Inti.

Makanya, persetujuan dari Bank UOB dalam perkara PKPU Putra Taro dan Balaraja Bisco sangat penting. Itu sebabnya, agenda pemungutan suara yang semestinya digelar Senin (27/5) kemarin ditunda. Negosiasi antara manajemen Tiga Pilar dengan Bank UOB berlangsung alot. "Negosiasi berlangsung hingga pukul 00.30 dini hari," ujar sumber KONTAN yang enggan disebutkan namanya.

Setelah negosiasi alot, Bank UOB akhirnya mau memberikan persetujuan atas rencana perdamaian yang diajukan oleh Putra Taro dan Balaraja Bisco.

Bank UOB enggan memberikan penjelasan mengapa akhirnya menyetujui proposal perdamaian. "Karena perjanjian perdamaian sudah sesuai harapan kami," ujar Kuasa Hukum Bank UOB Arnold Slamet singkat.

Salah satu pokok negosiasi antara Putra Taro dan Balaraja Bisco dengan Bank OUB adalah mekanisme pembayaran utang. Bank UOB meminta, Putra Taro membayar utang saat jatuh tempo, yakni pada 28 Oktober 2019.

Dari total tagihan sebesar Rp 181 miliar, Bank UOB memberikan diskon pembayaran sebesar 35%. Itu artinya, Putra Taro hanya perlu membayar 65% dari total utang atau sekitar Rp 117 miliar.

Setelah negosiasi alot, Tiga Pilar akhirnya menyanggupi permintaan Bank OUB. Permintaan tersebut kemudian dimasukkan dalam perjanjian perdamaian.

Hengky Koestanto, Direktur Utama Tiga Pilar sekaligus Direktur Putra Taro, mengatakan, pembayaran utang sebesar 65% pada Oktober 2019 merupakan jalan tengah hasil negosiasi antara Tiga Pilar dengan Bank UOB.

"UOB sangat supportive dengan memberikan penghapusan bunga, denda, dan diskon 35% terhadap pokok utang," ujar Hengky.

Meski berhasil mendapatkan persetujuan perdamaian dari Bank UOB, bukan berarti manajemen Putra Taro bisa santai. Sebab, lima bulan lagi, Putra Taro harus membayar Rp 117 miliar kepada Bank UOB.

Namun, ini sebetulnya bukan masalah besar bagi Putra Taro. Sebab, pabrik Taro masih beroperasi. Aset Putra Taro juga terhitung likuid sehingga tidak sulit sebetulnya bagi perusahaan untuk mencari pinjaman.

Hengky mengakui, sesuai proposal perdamaian kepada Bank UOB, akan ada institusi lain pada Oktober mendatang yang mengambil alih utang Putra Taro di Bank UOB.

"Dengan jaminan aset yang ada, kami yakin akan bisa mendapat institusi keuangan lain untuk mengambil alih utang tersebut," ujar Hengky optimistis.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

BEI Suspensi Belasan Saham Sepanjang November, Redam Euforia Lonjakan Harga Saham IPO
| Kamis, 21 November 2024 | 18:03 WIB

BEI Suspensi Belasan Saham Sepanjang November, Redam Euforia Lonjakan Harga Saham IPO

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) cukup getol menggembok saham emiten beberapa waktu terakhir, meski di tengah kondisi pasar yang lesu.

Pasar IPO Tahun 2024 Kurang Bergairah, Otoritas Perlu Berbenah untuk Tahun 2025
| Kamis, 21 November 2024 | 17:37 WIB

Pasar IPO Tahun 2024 Kurang Bergairah, Otoritas Perlu Berbenah untuk Tahun 2025

Deloitte mengungkapkan terjadi penurunan yang signifikan perusahaan yang melaksanakan IPO di Indonesia, dibandingkan tahun sebelumnya.

Dampak Perang Dagang AS-China, Ekspor RI Turun Hingga Kebanjiran Produk Murah China
| Kamis, 21 November 2024 | 16:59 WIB

Dampak Perang Dagang AS-China, Ekspor RI Turun Hingga Kebanjiran Produk Murah China

Terpilihnya Donald Trump menimbulkan kekhawatiran terjadi perang dagang Amerika Serikat-China, seperti yang terjadi tahun 2018 silam. 

 Investasi Hilirisasi Butuh Rp 9.800 T Hingga 2040, Berikut Perincian 28 Komoditasnya
| Kamis, 21 November 2024 | 09:12 WIB

Investasi Hilirisasi Butuh Rp 9.800 T Hingga 2040, Berikut Perincian 28 Komoditasnya

PTBA menggadang hilirisasi batubara menjadi Artificial graphite dan anode sheet. Sementara ADRO berambisi menjadikannya bahan baku pupuk.

Geber Pengembangan Energi Hijau, Indonesia Butuh Rp 1.000 T Satu Dekade ke Depan
| Kamis, 21 November 2024 | 08:54 WIB

Geber Pengembangan Energi Hijau, Indonesia Butuh Rp 1.000 T Satu Dekade ke Depan

Pemerintah mengklaim bakal membantu pembangunan transmisi dan gardu induk lantaran tidak mudah untuk mencapai nilai keekonomian.. 

Mata Uang Asia Masih Sulit Bangkit
| Kamis, 21 November 2024 | 08:45 WIB

Mata Uang Asia Masih Sulit Bangkit

Mata uang Asia masih berpeluang melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) setidaknya sampai akhir tahun 2024 ini.

Mengail Potensi Cuan Obligasi Korporasi
| Kamis, 21 November 2024 | 08:43 WIB

Mengail Potensi Cuan Obligasi Korporasi

Berinvestasi pada surat utang korporasi menjadi alternatif menarik bagi investor, Terlebih, di tengah kondisi pasar yang volatil 

Harga Amonia Memoles Prospek ESSA, Analis Beri Rekomendasi Buy
| Kamis, 21 November 2024 | 08:37 WIB

Harga Amonia Memoles Prospek ESSA, Analis Beri Rekomendasi Buy

Menakar prospek bisnis dan kinerja saham PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) di tengah tren laju harga amonia

Saham INDF Jadi Primadona Investor Asing, FMR Hingga SEI Investments Rajin Akumulasi
| Kamis, 21 November 2024 | 08:05 WIB

Saham INDF Jadi Primadona Investor Asing, FMR Hingga SEI Investments Rajin Akumulasi

Net foreign buy terbesar dalam lima hari terakhir tercatat berlangsung di saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Koperasi Bisa Kelola Sumur Minyak Ilegal
| Kamis, 21 November 2024 | 07:55 WIB

Koperasi Bisa Kelola Sumur Minyak Ilegal

Undang-Undang (UU) Migas memperbolehkan entitas koperasi untuk mengelola sumur minyak tua yang selama ini dibor secara ilegal oleh masyarakat.

INDEKS BERITA

Terpopuler