Harga Energi Melonjak, Jepang Catat Defisit Perdagangan Bulanan Terbesar sejak 2014
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Jepang mengalami defisit perdagangan terbesar dalam satu bulan dalam delapan tahun pada Januari. Impor negeri itu membengkak seiring dengan lonjakan harga komoditas energi. Di saat yang sama, ekspor mobil Jepang merosot karena industri otomotif masih berjuang dengan kendala pasokan global.
Defisit perdagangan yang meningkat menunjukkan kerentanan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu terhadap melonjaknya biaya komoditas dan melambatnya permintaan dari tetangga raksasa China.
Impor Jepang selama Januari melonjak 39,6% dalam basis year-on-year (yoy) menjadi 8,5231 triliun yen, data Kementerian Keuangan menunjukkan pada hari Kamis. Pertumbuhan itu di atas rata-rata perkiraan pasar, yaitu 37,1%.
Pertumbuhan impor jauh melampaui kenaikan ekspor di periode yang sama, yaitu 9,6%. Neraca perdagangan Jepang untuk Januari pun mengalami defisit sebesar 2,1911 triliun yen.
Baca Juga: Program AKC 2022 Sepakati Perkuat Kemitraan ASEAN-Korsel guna Pemulihan Ekonomi
Itu merupakan nilai defisit perdagangan terbesar dalam sebulan sejak Januari 2014. Media proyeksi analis tentang defisit perdagangan Jepang di Januari yaitu 1,607 triliun yen.
"Ekspor cenderung turun pada Januari karena faktor musiman, mengingat tingkat operasi pabrik biasanya rendah karena liburan Tahun Baru," kata Takumi Tsunoda, ekonom senior di Shinkin Central Bank Research Institute.
"Jadi mudah bagi neraca perdagangan untuk menjadi merah di bulan itu. Namun dengan pertimbangan semacam itu, tetap saja defisitnya terlihat besar." Tsunoda menilai, penyebab membengkaknya defisit adalah penurunan ekspor mobil.
Pabrikan termasuk Toyota Motor Corp dan Suzuki Motor Corp terpaksa menutup sementara beberapa pabrik setelah menghadapi gangguan rantai pasokan dan tekanan kasus infeksi Covid-19, yang melonjak selama Januari.
Impor didorong oleh lonjakan pengiriman masuk minyak bumi, batu bara dan gas alam cair.
Ekspor ke China, yang merupakan mitra dagang terbesar Jepang, menyusut 5,4% dalam 12 bulan hingga Januari, mencatat kontraksi pertamanya dalam 19 bulan. Sementara impor melonjak 23,7% untuk mencatat kenaikan terbesar dalam empat bulan.
Itu kemungkinan sebagian karena ekspor yang lebih lambat dan permintaan yang melimpah menjelang liburan Tahun Baru Imlek selama seminggu di China yang dimulai pada hari terakhir Januari.
Penyebab kekhawatiran yang lebih besar adalah momentum perlambatan ekonomi besar-besaran China, yang menghadapi konsumsi yang melemah dan penurunan properti, kata beberapa analis. "Perlambatan ekonomi China dapat melemahkan ekspor ke depan," kata Ryosuke Katagi, ekonom pasar di Mizuho Securities.
Baca Juga: Nvidia Proyeksikan Pendapatannya di Atas Perkiraan pada Kuartal I/2022
Pengiriman ke AS, pasar utama lainnya untuk barang-barang Jepang, tumbuh 11,5% pada Januari, karena pengiriman mesin yang lebih kuat melebihi penurunan ekspor mobil.
Data pemerintah terpisah menunjukkan pesanan mesin inti, yang berfungsi sebagai indikator utama belanja modal dalam enam hingga sembilan bulan mendatang, naik 3,6% pada Desember dari bulan sebelumnya, lebih baik dari perkiraan penurunan 1,8%.
Produsen memperkirakan pesanan inti turun 1,1% pada Januari-Maret, setelah naik 6,5% pada kuartal sebelumnya.
Ekonomi Jepang tumbuh sedikit kurang dari yang diharapkan pada kuartal terakhir 2021 karena penurunan kasus virus corona membantu menopang konsumsi, data pemerintah menunjukkan pada hari Selasa. Namun prospek ekonomi negeri itu dibayangi oleh lonjakan kasus infeksi virus corona dan kenaikan harga bahan baku.