S&P Global Ratings: Pengetatan Likuiditas Menambah Tekanan Perusahaan Properti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) Global Ratings memperkirakan, pengetatan likuiditas berpotensi menambah tekanan pada peringkat perusahaan pengembang properti di Indonesia.
Menurut laporan S&P Global Ratings berjudul Indonesia Developers: The Liquidity Noose Is Tightening, ketidakpastian di tahun pemilihan umum (pemilu) menyeret pasar properti di Indonesia yang sebelumnya sudah tenang.
Lesunya pendapatan dan kebutuhan dalam pengeluaran yang sudah melekat, menurut S&P Global Ratings, bisa mengurangi penyangga alias buffer keuangan perusahaan properti.
"Penjualan properti yang lambat di Indonesia menambah risiko likuiditas yang lebih ketat dan biaya pinjaman yang lebih tinggi," kata Analis S&P Global Ratings Kah Ling Chan dalam siaran pers.
S&P Global memperkirakan, penjualan properti di 2019 akan stagnan. Sebagian karena sikap wait and see menjelang pemilihan presiden pada April 2019.
Proyeksi S&P Global, sebagian besar penjualan properti akan kembali di semester II-2019 dengan adanya rencana peluncuran produk baru dan lebih banyak lagi produk perumahan dengan harga terjangkau.
Untuk mengimbangi penjualan unit properti yang melambat, beberapa pengembang memilih menjual lahan demi memperoleh uang tunai. Namun, S&P Global Ratings menilai, strategi ini tidak mencegah kemunduran umum dalam metrik kredit utama, seperti rasio beban bunga utang terhadap EBITDA.
Selama lima tahun terakhir, S&P Global Ratings telah menurunkan peringkat tiga dari lima perusahaan pengembang properti di Indonesia. Penurunan peringkat tersebut disebabkan oleh melemahnya posisi likuiditas perusahaan.
Sebagian besar perusahaan pengembang sekarang memperoleh peringkat B atau lebih rendah. Satu pengecualian adalah PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang peringkatnya justru naik menjadi BB karena keuangan yang membaik dan manajemen modal yang lebih konservatif.
Selain Pakuwon, S&P Global melakukan pemeringkatan untuk empat perusahana pengembang properti di Indonesia. Tiga perusahaan mengantongi peringkat B dari S&P Global. Ketiganya adalah PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), dan PT Modernland Realty Tbk (MDRN).
Prospek peringkat Modernland dan Jababeka stabil sementara prospek peringkat Alam Sutera ditetapkan creditwatch negative.
Satu lagi perusahaan properti di Indonesia yang S&P Global Ratings nilai adalah PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). S&P Global Ratings mengganjar Lippo Karawaci dengan peringkat CCC+ dengan prospek negatif.
Menurut S&P, sebagian besar pengembang memang tidak menghadapi risiko pembayaran segara. Sebab, jatuh tempo pembayaran utang perusahaan pengembang tersebut terbatas pada 2019 dan 2020.
Meski begitu, biaya pendanaan yang tinggi dan sejumlah risiko yang merugikan akan mempersulit pembiayaan kembali utang jangka panjang karena semakin mendekati jatuh tempo. Metrik kredit yang melemah, menurut S&P, juga bisa mempersulit perusahaan mengakses dana segar. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh perjanjian utang yang ada.
“Sementara jatuh tempo utang masih memberikan beberapa ruang bagi pengembang untuk bernapas, kami melihat melemahnya kemampuan perusahaan melunasi utang sebagai pemicu potensial untuk penurunan peringkat lebih lanjut di 2019," ujar Fiona Chen, Analis S&P Global Ratings.