S&P Global Ratings: Pengetatan Likuiditas Menambah Tekanan Perusahaan Properti

Selasa, 05 Maret 2019 | 16:47 WIB
S&P Global Ratings: Pengetatan Likuiditas Menambah Tekanan Perusahaan Properti
[]
Reporter: Herry Prasetyo | Editor: A.Herry Prasetyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat Standard & Poor's (S&P) Global Ratings memperkirakan, pengetatan likuiditas berpotensi menambah tekanan pada peringkat perusahaan pengembang properti di Indonesia.

Menurut laporan S&P Global Ratings berjudul Indonesia Developers: The Liquidity Noose Is Tightening, ketidakpastian di tahun pemilihan umum (pemilu) menyeret pasar properti di Indonesia yang sebelumnya sudah tenang.

Lesunya pendapatan dan kebutuhan dalam pengeluaran yang sudah melekat, menurut S&P Global Ratings, bisa mengurangi penyangga alias buffer keuangan perusahaan properti.

"Penjualan properti yang lambat di Indonesia menambah risiko likuiditas yang lebih ketat dan biaya pinjaman yang lebih tinggi," kata Analis S&P Global Ratings Kah Ling Chan dalam siaran pers. 

S&P Global memperkirakan, penjualan properti di 2019 akan stagnan. Sebagian karena sikap wait and see menjelang pemilihan presiden pada April 2019.

Proyeksi S&P Global, sebagian besar penjualan properti akan kembali di semester II-2019 dengan adanya rencana peluncuran produk baru dan lebih banyak lagi produk perumahan dengan harga terjangkau.

Untuk mengimbangi penjualan unit properti yang melambat, beberapa pengembang memilih menjual lahan demi memperoleh uang tunai. Namun, S&P Global Ratings menilai, strategi ini tidak mencegah kemunduran umum dalam metrik kredit utama, seperti rasio beban bunga utang terhadap EBITDA.

Selama lima tahun terakhir, S&P Global Ratings telah menurunkan peringkat tiga dari lima perusahaan pengembang properti di Indonesia. Penurunan peringkat tersebut disebabkan oleh melemahnya posisi likuiditas perusahaan.

Sebagian besar perusahaan pengembang sekarang memperoleh peringkat B atau lebih rendah. Satu pengecualian adalah PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) yang peringkatnya justru naik menjadi BB karena keuangan yang membaik dan manajemen modal yang lebih konservatif.

Selain Pakuwon, S&P Global melakukan pemeringkatan untuk empat perusahana pengembang properti di Indonesia. Tiga perusahaan mengantongi peringkat B dari S&P Global. Ketiganya adalah PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA), dan PT Modernland Realty Tbk (MDRN).

Prospek peringkat Modernland dan Jababeka stabil sementara prospek peringkat Alam Sutera ditetapkan creditwatch negative.

Satu lagi perusahaan properti di Indonesia yang S&P Global Ratings nilai adalah PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR). S&P Global Ratings mengganjar Lippo Karawaci dengan peringkat CCC+ dengan prospek negatif.

Menurut S&P, sebagian besar pengembang memang tidak menghadapi risiko pembayaran segara. Sebab, jatuh tempo pembayaran utang perusahaan pengembang tersebut terbatas pada 2019 dan 2020.

Meski begitu, biaya pendanaan yang tinggi dan sejumlah risiko yang merugikan akan mempersulit pembiayaan kembali utang jangka panjang karena semakin mendekati jatuh tempo. Metrik kredit yang melemah, menurut S&P, juga bisa mempersulit perusahaan mengakses dana segar. Dalam beberapa kasus, hal ini disebabkan oleh perjanjian utang yang ada.

“Sementara jatuh tempo utang masih memberikan beberapa ruang bagi pengembang untuk bernapas, kami melihat melemahnya kemampuan perusahaan melunasi utang sebagai pemicu potensial untuk penurunan peringkat lebih lanjut di 2019," ujar Fiona Chen, Analis S&P Global Ratings.

 

 

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Profit 31,63%% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Bergeming (8 Juni 2025)
| Minggu, 08 Juni 2025 | 09:23 WIB

Profit 31,63%% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Bergeming (8 Juni 2025)

Harga emas Antam hari ini (8 Juni 2025) Rp 1.904.000 per gram. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 31,63% jika menjual hari ini.

Dari Kamar Murah ke Pemberdayaan Komunitas
| Minggu, 08 Juni 2025 | 06:35 WIB

Dari Kamar Murah ke Pemberdayaan Komunitas

Di balik reputasinya sebagai penyedia kamar murah dan layanan check-in kilat, OYO punya ambisi lebih besar. Apa itu?

 
Tak Sekadar Batal Haji, Layanan Furoda Berbuntut Panjang
| Minggu, 08 Juni 2025 | 06:20 WIB

Tak Sekadar Batal Haji, Layanan Furoda Berbuntut Panjang

Ribuan calon jemaah haji furoda gagal berangkat ke Tanah Suci. Tak hanya calon jemaah yang gundah gulana, agen travel juga pusing alang kepalang. 

 
Yuk, Menikmati Cuan dari Permainan untuk Mantan Anak Kecil
| Minggu, 08 Juni 2025 | 05:50 WIB

Yuk, Menikmati Cuan dari Permainan untuk Mantan Anak Kecil

Bermain kini bukan hanya urusan anak-anak. Playground kini menjadi ruang pelepas penat bagi orang dewasa. Apa peluang bisnisnya?

 
Kopdes Melaju Buat Siapa?
| Minggu, 08 Juni 2025 | 05:10 WIB

Kopdes Melaju Buat Siapa?

​Hingga awal Juni, sebanyak 78.000 lembaga Kopdes Merah Putih sudah terbentuk melalui musyawarah desa khusus.

Menadah Peluang dari Aksi Jual Asing
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:32 WIB

Menadah Peluang dari Aksi Jual Asing

Beberapa saham yang terkena aksi jual asing dalam sepekan terakhir ini, masih dapat dicermati untuk trading jangka pendek

Emiten Memperluas Diversifikasi Bisnis
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:25 WIB

Emiten Memperluas Diversifikasi Bisnis

 Sejumlah emiten mulai dari sektor teknologi, kesehatan, hingga energi, memperluas bisnis dengan membentuk anak usaha baru.

Prospek Saham DSNG yang Siap  Menebar Dividen Rp 24 Per Saham
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:23 WIB

Prospek Saham DSNG yang Siap Menebar Dividen Rp 24 Per Saham

PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) akan membagikan dividen tunai sebesar Rp 254,39 miliar dari buku tahun 2024.

Strategi Mega Perintis (ZONE) Bertahan di Bisnis Fesyen
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:19 WIB

Strategi Mega Perintis (ZONE) Bertahan di Bisnis Fesyen

Mengupas rencana bisnis perusahaan ritel fesyen, PT Mega Perintis Tbk (ZONE) di tengah persaingan industri yang ketat

PMI yang Terkontraksi Tampaknya Tak Berpengaruh ke Emiten-Emiten Ini
| Sabtu, 07 Juni 2025 | 09:00 WIB

PMI yang Terkontraksi Tampaknya Tak Berpengaruh ke Emiten-Emiten Ini

Potensi kontraksi PMI masih dapat berlanjut, terlebih jika pasca negosiasi tarif dalam 90 hari tidak mendapatkan keputusan win-win.

INDEKS BERITA

Terpopuler